Minggu, 12 Desember 2010

Penerapan Good Corporate Governance Di Perbankan Syariah

2.6. Good Corporate Governance
 2.6.1. Pengertian Good Corporate Governance secara umum
·         Definisi Corporate governance (CG) dari Cadbury Committe of the United Kingdom (1999) yakni: ”seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan"
Definisi diatas menjelaskan bahwa CG adalah sistem yang bisa digunakan untuk mengatur dan mengendalikan perusahaan. CG timbul dari kebutuhan usaha akan tatakelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance), yang menegakkan prinsip-prinsip transparan, dapat dipercaya, bertanggung jawab dan berkeadilan
·         Corporate governance merupakan suatu konsepsi yang secara riil dijabarkan dalam bentuk ketentuan/peraturan yang dibuat oleh lembaga otoritas, norma-norma dan etika yang dikembangkan oleh asosiasi industri dan diadobsi oleh pelaku industri, serta lembaga-lembaga yang terkait dengan tugas dan peran yang jelas untuk mendorong disiplin, mengatasi dampak moral hazard, dan melaksanakan fungsi check and balance. Sejumlah perangkat dasar yang diperlukan untuk pembentukan GCG pada bank syariah antara lain: sistem pengendalian intern, manajemen risiko, ketentuan yang mengarah pada peningkatan keterbukaan informasi, sistem akuntansi, mekanisme jaminan kepatuhan syariah, dan audit ekstern.
·         Good corporate governance adalah tatakelola bank yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparancy), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness).Dalam bagian penjelasan umum PBI No. 8/4/PBI/2006 dikemukakan mengenai arti dari setiap prinsip GCG tersebut, yaitu sebagai berikut:

Pertama transparansi (transparancy) diartikan sebagai keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan. Kedua, akuntabilitas (accountability) yaitu kejelasan fungsi dan pertanggungjawaban bank sehingga pengelolaannya berjalan efektif. Ketiga, pertanggungjawaban (responsibility) yaitu kesesuian pengelolaan bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan bank yang sehat. Keempat, independensi (independency) yaitu pengelolaan bank secara profesional tanpa pengaruh/tekanan dari pihak manapun. Kelima, kewajaran (fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stake holder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.GCG pada lembaga keuangan, khususnya bank memiliki keunikan bila dibandingkan governance pada lembaga keuangan non-bank. Hal ini lebih disebabkan oleh kehadiran deposan sebagai suatu kelompok stakeholders yang kepentingannya harus diakomodir dan dijaga. Sementara itu khusus dalam perbankan syariah dikenal adanya prinsip-prinsip syariah yang mendukung bagi terlaksananya prinsip GCG dimaksud, yakni keharusan bagi subjek hukum termasuk bank untuk menerapkan prinsip kejujuran (shiddiq), edukasi kepada masyarakat (tabligh), kepercayaan (amanah), dan pengelolaan secara profesional (fathanah).
            2.6.2. Penerapan GCG Di Perbankan Indonesia
A. Bank adalah lembaga intermediasi yang dalam menjalankan kegiatan usahanya bergantung pada dana masyarakat dan kepercayaan baik dari dalam maupun luar negeri. Dalam menjalankan kegiatan usaha tersebut bank menghadapi berbagai risiko, baik risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional maupun risiko reputasi. Banyaknya ketentuan yang mengatur sektor perbankan dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat, termasuk ketentuan yang mengatur kewajiban untuk memenuhi modal minimum sesuai dengan kondisi masing-masing bank, menjadikan sektor perbankan sebagai sektor yang “highly regulated”.
B. Krisis perbankan di Indonesia yang dimulai akhir tahun 1997 bukan sematamata diakibatkan oleh krisis ekonomi, tetapi juga diakibatkan oleh belum dilaksanakannya good corporate governance dan etika yang melandasinya. Oleh karena itu, usaha mengembalikan kepercayaan kepada dunia perbankan Indonesia melalui restrukturisasi dan rekapitalisasi hanya dapat mempunyai dampak jangka panjang dan mendasar apabila disertai tiga tindakan penting lain yaitu :
(i) Ketaatan terhadap prinsip kehati-hatian;
(ii) Pelaksanaan good  corporate governance; dan
(iii) Pengawasan yang efektif dari Otoritas Pengawas Bank.
C. Pelaksanaan good corporate governance (GCG) sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat dan dunia internasional sebagai syarat mutlak bagi dunia perbankan untuk berkembang dengan baik dan sehat. Oleh karena itu Bank for International Sattlement (BIS) sebagai lembaga yang mengkaji terus menerus prinsip kehati-hatian yang harus dianut oleh perbankan, telah pula mengeluarkan Pedoman Pelaksanaan GCG bagi dunia perbankan secara internasional. Pedoman serupa dikeluarkan pula oleh lembagalembaga internasional lainnya.

D. GCG mengandung lima prinsip utama yaitu keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), tanggung jawab (responsibility), independensi (independency) serta kewajaran (fairness), dan diciptakan untuk dapat melindungi kepentingan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).
E.Pengaturan dan implementasi GCG memerlukan komitmen dari top management dan seluruh jajaran organisasi. Pelaksanaannya dimulai dari penetapan kebijakan dasar (strategic policy) dan kode etik yang harus dipatuhi oleh semua pihak dalam perusahaan. Bagi perbankan Indonesia, kepatuhan terhadap kode etik yang diwujudkan dalam satunya kata dan perbuatan, merupakan faktor penting sebagai landasan penerapan GCG.
F.Berdasarkan pertimbangan di atas dan tingginya tingkat kompleksitas serta risiko bisnis perbankan, Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance memandang perlu untuk mengeluarkan Pedoman Good Corporate Governance Perbankan Indonesia (Indonesian Banking Sector Code) sebagai pelengkap dan bagian tak terpisahkan dari Pedoman Umum GCG. Perbankan dalam pedoman ini meliputi bank umum dan BPR yang dijalankan secara konvensional maupun syariah.
2.6.3. Prinsip Good Corporate Governance
Sebagai lembaga intermediasi dan lembaga kepercayaan, dalam melaksanakan kegiatan usahanya bank harus menganut prinsip keterbukaan (transparency), memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank berdasarkan ukuran-ukuran yang konsisten dengan corporate values, sasaran usaha dan strategi bank sebagai pencerminan akuntabilitas bank (accountability), berpegang pada prudential banking practices dan menjamin dilaksanakannya ketentuan yang berlaku sebagai wujud tanggung-jawab bank (responsibility), objektif dan bebas dari tekanan pihak manapun dalam pengambilan keputusan (independency), serta senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh stakeholders berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran (fairness). Dalam hubungan dengan prinsip tersebut bank perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
A. Keterbukaan (Transparency)
1. Bank harus mengungkapkan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh stakeholders sesuai dengan haknya.
2. Informasi yang harus diungkapkan meliputi tapi tidak terbatas pada hal-hal yang bertalian dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendalian, cross shareholding, pejabat eksekutif, pengelolaan risiko (risk management), sistem pengawasan dan pengendalian intern, status kepatuhan, sistem dan pelaksanaan GCG serta kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi bank.
3. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh bank tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan rahasia bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
4. Kebijakan bank harus tertulis dan dikomunikasikan kepada pihak yang berkepentingan (stakeholders) dan yang berhak memperoleh informasi tentang kebijakan tersebut.
B. Akuntabilitas (Accountability)
1. Bank harus menetapkan tanggung jawab yang jelas dari masing-masing organ organisasi yang selaras dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan.
2. Bank harus meyakini bahwa semua organ organisasi bank mempunyai kompetensi sesuai dengan tanggung jawabnya dan memahami perannya dalam pelaksanaan GCG.
3. Bank harus memastikan terdapatnya check and balance system dalam pengelolaan bank.
4. Bank harus memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank berdasarkan ukuran-ukuran yang disepakati konsisten dengan nilai perusahaan (corporate values), sasaran usaha dan strategi bank serta memiliki rewards and punishment system.
C. Tanggung Jawab (Responsibility)
1. Untuk menjaga kelangsungan usahanya, bank harus berpegang pada prinsip kehati-hatian (prudential banking practices) dan menjamin dilaksanakannya ketentuan yang berlaku.
2. Bank harus bertindak sebagai good corporate citizen (perusahaan yang baik) termasuk peduli terhadap lingkungan dan melaksanakan tanggung jawab sosial.
D. Independensi (Independency)
1. Bank harus menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar oleh stakeholder manapun dan tidak terpengaruh oleh kepentingan sepihak serta bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest).
2. Bank dalam mengambil keputusan harus obyektif dan bebas dari segala tekanan dari pihak manapun.
E. Kewajaran (Fairness)
1. Bank harus senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh stakeholders berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran (equal treatment).
2. Bank harus memberikan kesempatan kepada seluruh stakeholders untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan bank serta mempunyai akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan.
2.6.4. Governance Structure
A. Pemegang Saham
Dari sudut hukum, pemegang saham bank mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan pemegang saham perusahaan di sektor lain. Namun demikian dalam rangka melindungi kepentingan deposan, penabung, pemegang giro dan kreditur lain sebagai penyedia dana terbesar dalam bank serta sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Perbankan, terdapat beberapa kekhususan yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh pemegang saham bank yaitu :
1. Pemegang saham pengendali bank harus memenuhi syarat dan lulus fit and proper test dari Otoritas Pengawas Bank sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Pemegang saham bank mempunyai hak untuk memperoleh perlakuan yang sama sehingga dapat :
a. Memberikan suara dan memperoleh dividen sesuai dengan porsi  kepemilikannya.
b. Memperoleh data dan informasi yang diperlukan secara akurat dan tepat waktu.
3. Pemegang saham bank hendaknya menggunakan haknya untuk memilih anggota Dewan Komisaris dan Direksi yang berintegritas tinggi dan mampu mengelola serta mengendalikan bank secara sehat.
4. Pemegang saham pengendali harus dapat memenuhi kebutuhan modal bank sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Pemegang saham bank yang tidak mampu memenuhi kebutuhan permodalan bank harus bersedia untuk melepaskan hak dan atau sahamnya kepada pihak yang mempunyai kemampuan dan atau menyetujui banknya untuk digabungkan atau dileburkan dengan bank lain.
6. Pemegang Saham bank hendaknya melaksanakan GCG sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya.
7. Pemegang saham bank dilarang memanfaatkan bank untuk kepentingan pribadi, keluarga, perusahaan atau kelompok usahanya dengan semangat dan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan kewajaran di bidang perbankan.
8. Pemegang saham dilarang mencampuri kegiatan operasional bank yang merupakan tanggung jawab Direksi.
B. Dewan Komisaris dan Direksi
1. Hubungan kerja Dewan Komisaris dan Direksi Hubungan kerja Dewan Komisaris dan Direksi adalah hubungan check and balances dengan tujuan akhir untuk kemajuan dan kesehatan bank. Oleh karena itu maka :
a.  Dewan Komisaris dan Direksi sesuai dengan fungsinya masingmasing mempunyai tanggung jawab untuk menjaga kelangsungan usaha bank dalam jangka panjang yang tercermin pada :
- Terpeliharanya kesehatan bank sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan kriteria yang ditetapkan oleh Otoritas Pengawas Bank.
- Terlaksananya dengan baik pengendalian internal (internal control) dan manajemen risiko.
- Tercapainya imbal hasil (return) yang wajar bagi pemegang saham.
- Terlindunginya kepentingan stakeholders secara wajar.
- Terpenuhinya pelaksanaan GCG.
- Terlaksananya suksesi kepemimpinan dan kontinuitas manajemen di semua lini organisasi.
B. Untuk dapat memenuhi tanggung jawab tersebut dan melaksanakan check and balances sesuai dengan ketentuan perudang-undangan yang berlaku, maka Dewan Komisaris dan Direksi bank perlu bersamasama menyepakati hal-hal tersebut dibawah ini.

- Visi, misi dan corporate values.
- Sasaran Usaha, strategi, rencana jangka panjang maupun rencana kerja dan anggaran tahunan.
- Kebijakan dalam memenuhi ketentuan perundang-undangan, anggaran dasar dan prudential banking practices termasuk komitmen untuk menghindari segala bentuk benturan kepentingan (conflict of interest).
- Kebijakan dan metode penilaian kinerja perusahaan, unit-unit dalam organisasi bank dan personalianya.
- Struktur organisasi ditingkat eksekutif yang mampu mendukung tercapainya sasaran usaha perusahaan.
C. Para anggota Dewan Komisaris dan Direksi berhak memperoleh paket remunerasi sesuai dengan kondisi pasar yang berlaku. Bentuk dan jumlah paket remunerasi diungkapkan secara transparan dalam laporan tahunan. Bagi bank yang sahammya telah tercatat di bursa dan bankbank yang besar, proses penetapan jumlah paket remunerasi oleh RUPS dilakukan melalui Remuneration Committee.
2. Dewan Komisaris
Secara hukum Dewan Komisaris bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada Direksi. Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugasnya harus mampu mengawasi dipenuhinya kepentingan semua stakeholders berdasarkan azas kesetaraan. Bagi bank sebagai lembaga intermediasi dan lembaga kepercayaan yang “highly regulated”, pengaturan mengenai Dewan Komisaris hendaknya memenuhi pula hal-hal sebagai berikut :
a.        Anggota Dewan Komisaris dipilih dan diberhentikan oleh RUPS melalui proses yang transparan. Bagi bank yang sahamnya telah tercatat di bursa dan bank-bank yang besar, proses pemilihan dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS melalui Nomination Committee.
b.      Anggota Dewan Komisaris wajib memenuhi syarat kompetensi dan integritas serta lulus fit and proper test dari Otoritas Pengawas Bank.
c.       Dewan Komisaris diketuai oleh Presiden Komisaris yang bertanggung jawab terhadap terlaksannya tugas Dewan Komisaris secara efektif dan efisien serta terpeliharanya efektifitas komunikasi antara Dewan Komisaris dengan Direksi, auditor eksternal dan Otoritas Pengawas Bank.
d.       Dewan Komisaris berkewajiban melakukan tindak lanjut dari hasil pengawasan dan rekomendasi yang diberikan terutama dalam hal terjadi penyimpangan dari ketentuan perundang-undangan, anggaran dasar, dan prudential banking practices.
e.       Dewan Komisaris wajib memiliki Tata Tertib Kerja yang mengikat dan ditaati oleh semua anggotanya.
f.       Bank harus mempunyai Komisaris Independen sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
g.      Bagi bank yang sahamnya telah tercatat di bursa dan bank-bank yang besar, diharuskan memiliki Audit Committee, Nomination Committee, Remuneration Committee dan Risk Policy Committee. Bagi bank-bank lain disesuaikan dengan kebutuhan.
h.      . Anggota Dewan Komisaris bank dilarang memanfaatkan bank untuk kepentingan pribadi, keluarga, perusahaan atau kelompok usahanya dengan semangat dan cara yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan dan kewajaran di bidang perbankan.
i.        Dalam hal anggota Dewan Komisaris memperoleh fasilitas di luar remunerasi, maka hal tersebut harus diungkapkan (disclose) dalam laporan tahunan.
j.         Anggota Dewan Komisaris harus mengungkapkan kepada bank, kepemilikan sahamnya, baik saham bank maupun perusahaan lain.
k.      Anggota Dewan Komisaris secara hukum bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan Undang-undang Perseroan Terbatas atau undangundang yang berlaku bagi pendirian bank bersangkutan, Undang-undang Perbankan dan Anggaran Dasar Bank.
3. Direksi
Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, Direksi bertanggung jawab penuh atas kepengurusan perusahaan serta mewakili perusahaan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Cara pengangkatan, hak dan kewajiban serta hal-hal lain yang bertalian dengan Direksi harus tunduk pada anggaran dasar perusahaan. Namun demikian pengaturan tentang Direksi suatu bank sebagai lembaga intermediasi dan lembaga kepercayaan yang “highly regulated” perlu memperhatikan pula hal-hal tersebut di bawah ini :
a.        Anggota Direksi dipilih dan diberhentikan oleh RUPS melalui proses yang transparan. Bagi bank yang sahamnya telah tercatat di bursa dan bank-bank yang besar, proses pencalonan, pemilihan dan pemberhentian anggota Direksi dilakukan melalui Nomination Committee.
b.      Anggota Direksi harus memenuhi syarat kompetensi dan integritas serta lulus fit and proper test dari Otoritas Pengawas Bank.
c.       Direksi diketuai oleh Presiden Direktur yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi kepengurusan bank secara efektif dan efisien. Presiden Direktur juga berkewajiban untuk membuat Direksi sebagai lembaga kolegial yang mampu bekerja secara transparan dan masing-masing anggota dapat berperan sebagai anggotan tim maupun dalam fungsinya masing-masing sesuai dengan bidang tugas yang disepakati. Presiden Direktur harus independen terhadap pemegang saham pengendali.
d.       Direksi berhak dan berkewajiban untuk :
-          Melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam anggaran dasar bank.\
-          Mengimplementasikan visi, misi, strategi, sasaran usaha serta rencana jangka panjang dan jangka pendek tersebut.
-          Menjalankan prinsip perbankan yang sehat, termasuk namun tidak terbatas pada manajemen risiko dan sistem pengendalian internal (internal control system).
e.       Direksi harus memiliki Tata Tertib Kerja yang mengikat dan ditaati oleh semua anggotanya. Dalam Tata Tertib perlu diatur mekanisme pengambilan keputusan dan hak anggota bila mempunyai pendapat yang berbeda, termasuk haknya untuk menyampaikan pendapat kepada Dewan Komisaris dan Otoritas Pengawas Bank.
f.       Direksi bank yang sahamnya tercatat di bursa dan bank-bank yang besar harus membentuk komite-komite yang diperlukan dalam rangka pengendalian risiko, sumber daya manusia dan lain-lain seperti Risk and Capital Committee dan Personnel Committee. Bagi bank-bank lain disesuaikan dengan kebutuhan.
g.      Direksi Bank wajib memenuhi ketentuan tentang Direktur Kepatuhan atau ketentuan lain yang serupa yang dikeluarkan oleh Otoritas Pengawas Bank.
h.      Anggota Direksi bank dilarang memanfaatkan bank untuk kepentingan pribadi, keluarga, perusahaan atau kelompok perusahaannya dengan semangat dan cara yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan dan kewajaran di bidang perbankan.
i.        Dalam hal anggota Direksi memperoleh fasilitas dari bank di luar remunerasi, maka hal tersebut harus diungkapkan (disclose) dalam laporan tahunan.
j.        Anggota Direksi harus mengungkapkan kepada bank, kepemilikan  sahamnya, baik saham bank maupun saham perusahaan lain.
k.      Anggota Direksi secara hukum bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan Undang-undang Perseroan Terbatas atau undang-undang yang berlaku bagi pendirian bank yang bersangkutan, Undang-undang Perbankan dan Anggaran Dasar Bank.
C. Auditor dan Komite Audit
Auditor dan Komite Audit bagi sebuah bank merupakan organ penting dalam rangka memastikan terlaksananya prinsip check and balances. Oleh karena itu, di samping aturan-aturan umum yang berlaku, bagi Auditor dan Komite Audit uatu bank perlu diberlakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Auditor Internal
Bank harus membentuk Satuan Kerja Audit Intern yang bertanggung jawab atas pelaksanaan audit internal. Sebagai auditor internal suatu bank, unit organisasi tersebut harus mampu melaksanakan tugasnya secara independen dan mampu memberikan saran perbaikan kepada unit yang di audit. Untuk itu maka :
a.        Kepala Satuan Kerja Audit Intern diangkat oleh Direksi dengan persetujuan Dewan Komisaris dan dilaporkan kepada Otoritas Pengawas Bank.
b.      Kapala Satuan Kerja Audit Intern bertanggung jawab kepada Presiden Direktur namun mempunyai hubungan fungsional dengan Dewan Komisaris atau Komite Audit.
c.       Auditor internal harus melakukan penilaian terhadap kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian internal bank, melakukan review terhadap cara pengamanan asset bank, menilai kehematan dan efisiensi penggunaan sumber daya serta menilai efektivitas kegiatan operasi, program yang dijalankan dan pelaksanaan GCG.
d.      Auditor internal melaporkan hasil audit dan pekerjaan lainnya kepada Presiden Direktur dengan tembusan kepada Dewan Komisaris dan atau Komite Audit.
e.       Secara berkala dilakukan penilaian (assessment) oleh pihak ahli yang independen tentang kompetensi dan sistem audit internal yang hasilnya harus ditindaklanjuti oleh bank.
2. Auditor Eksternal
Auditor eksternal merupakan suatu profesi yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan keandalan laporan keuangan bank dan informasi keuangan lainnya. Laporan keuangan dan informasi keuangan lainnya yang diaudit oleh auditor eksternal merupakan informasi yang akan menjadi dasar penilaian kondisi bank oleh stakeholders. Dalam hubungan dengan auditor eksternal, maka :
a.        Bank harus menunjuk Kantor Akuntan Publik (KAP) yang telah memperoleh izin dari Departemen Keuangan dan terdaftar di Otoritas Pengawas Bank sebagai auditor eksternal untuk melakukan audit umum atas laporan keuangannya. Bank yang sahamnya telah tercatat di bursa dan bank-bank yang besar, harus menunjuk KAP yang terdaftar di Bapepam.
b.      Audit umum oleh KAP dilakukan untuk memberikan pernyataan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan bank sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
c.       Penunjukan KAP dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham Bank dengan proses yang transparan atas rekomendasi dari Komite Audit atau Dewan Komisaris.
d.      Disamping penunjukan untuk melakukan audit umum, secara berkala bank harus menunjuk KAP atau pihak ahli yang independen untuk melakukan penilaian mengenai penerapan GCG yang dilakukan oleh bank.
3. Komite Audit
Bank harus memastikan bahwa fungsi Komite Audit dapat dilaksanakan dengan baik. Bagi bank yang sahamnya telah tercatat di bursa dan bankbank yang besar, harus memiliki Komite Audit sedangkan untuk bank lain disesuaikan dengan kebutuhan. Hal-hal yang memerlukan perhatian dalam hubungan dengan Komite Audit adalah :
a.       Komite Audit dibentuk oleh Dewan Komisaris dan anggotanya terdiri dari Komisaris serta pihak luar yang independen dan memiliki keahlian, pengalaman dan kwalitas lain yang diperlukan.
b.      Komite Audit bertugas sebagai fasilitator bagi Dewan Komisaris untuk memastikan bahwa :
-          Struktur pengendalian internal bank telah cukup untuk menjaga agar manajemen siap menjalankan praktek perbankan yang sehat sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
-           Pelaksanaan audit baik internal maupun eksternal telah dilaksanakan sesuai dengan standar auditing yang berlaku.
-          Tindak lanjut temuan hasil audit telah dilaksanakan oleh manajemen dengan baik.
c.       Komite Audit harus menjalankan tugasnya berdasarkan tata tertib dan prosedur operasional baku yang ditentukan bersama dengan Dewan Komisaris.
D. Compliance Officer
Sebagai sektor yang ”highly regulated” dan perlunya aturan-aturan internal yang cukup banyak, kepastian dipenuhinya peraturan perundang-undangan dan aturan-aturan internal (compliance aspects) menjadi sangat penting. Dalam hubungan ini perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1.    Bank harus memastikan bahwa semua aktivitas bank telah dilakukan dengan mematuhi peraturan perundang-undangan, perjanjian dan komitmen dengan otoritas pengawas bank, serta peraturan internal yang berlaku.
2.    Bank harus mempunyai alat (unit atau orang) yang bertugas menjaga kepastian tersebut.
3.    Bank wajib memenuhi ketentuan tentang Direktur Kepatuhan atau\ ketentuan lain yang serupa yang dikeluarkan oleh Otoritas Pengawas Bank.
E. Sekretaris Perusahaan
Kelancaran komunikasi antara bank dengan stakeholders merupakan faktor  yang sangat penting dalam pelaksanaan GCG. Fungsi komunikasi adalah merupakan salah satu fungsi penting dari Sekretaris Perusahaan yangn penerapannya perlu disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing bank. Di bawah ini dikemukakan hal-hal penting yang perlu mendapat perhatian dalam kaitan dengan pelaksanaan fungsi Sekretaris Perusahaan.
1. Bank harus memastikan terlaksananya fungsi Sekretaris Perusahaan sebagai penghubung antara bank dan stakeholders.
2. Bank yang sahamnya telah tercatat di bursa atau bank-bank yang besar,nharus memiliki Sekretaris Perusahaan yang dijabat oleh salah satu Direktur atau pejabat lain yang ditunjuk, sedangkan untuk bank-bank lain disesuaikan dengan kebutuhan.
3. Sekretaris Perusahaan atau pejabat yang berfungsi sebagai Sekretaris Perusahaan harus mampu :
a.  Memberikan pelayanan kepada stakeholders atas setiap informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan kondisi bank dan untuk itu harus memiliki akses terhadap informasi berkaitan dengan bank yang relevan.
b.  Mengingatkan Direksi bank tentang tanggung jawabnya untuk melaksanakan GCG.
4. Sekretaris Perusahaan bertanggung jawab kepada Direksi dan laporan pelaksanaan tugasnya disampaikan pula kepada Dewan Komisaris.
F. Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Khusus bagi bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, harus memiliki Dewan Pengawas Syariah, yaitu badan independen yang bertugas melakukan pengarahan (directing), pemberian konsultasi (consulting), melakukan efaluasi (evaluating), dan pengawasan (supervising) kegiatan bank syariah dalam rangka memastikan bahwa kegiatan usaha bank syariah tersebut mematuhi (compliance) terhadap prinsip syariah sebagaimana telah ditentukan oleh fatwa dan syariah islam. Bagi DPS berlaku hal-hal sebagai berikut :
1.      Anggota DPS adalah para ahli dibidang fiqih muamalat. Namun demikian anggota DPS dapat pula termasuk orang yang memiliki keahlian selain fiqih muamalat tetapi tetap harus memiliki pengalaman dibidang perbankan dan atau lembaga keuangan syariah.
2.      Kegiatan pengarahan, konsultasi, evaluasi, dan pengawasan kegiatan usaha bank syariah oleh DPS dilaksanakan sekurang-sekuranya 1 (satu) kali dalam sebulan.
3.      Kegiatan pengarahan, evaluasi, dan pengawasan kegiatan usaha bank syariah oleh DPS sekurang-kurangnya mencakup transaksi-transaksi utama bank, alokasi bagi hasil antara bank dengan nasabah pemilik dana, sumber-sumber pendapatan bank yang sesuai dengan prinsiip syariah termasuk pendapatan non syariah, serta sumber dan penggunaan dana Zakat, Infak, Shadaqah (ZIS).
4.      Managemen bank syariah wajib memberikan kesempatan kepada DPS untuk mengakses seluruh dokumen, data, dan informasi kegiatan usaha bank termasuk informasi dari konsultan dan pegawai bank.
5.      Laporan DPS berisikan pendapat kepatuhan (compliance opinion) dan atau adanya pelanggaran (violations opinion) kegiatan usaha bank dalam pelaksanaan akad, transaksi, alokasi bagi hasil, atau sumber pendapatan atau sumber dan penggunaan dana ZIS terhadap prinsip syariah.
6.      Laporan DPS harus ditandatangani oleh seluruh annggota DPS, diterbitkan secara tahunan, serta harus dipublikasikan bersamaan dengan penerbitan Laporan Tahunan bank syariah.
G. Stakeholders Lainnya.
Stakeholders lainnya yang penting dari bank adalah deposan, penabung dan pemegang giro, debitur serta karyawan. Antara bank dengan stakeholders tersebut perlu dijalin hubungan bisnis sesuai dengan azas kesetaraan dan kewajaran berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi masing-masing pihak. Dalam rangka pelaksanaan GCG perlu diperhatikan hal-hal tersebut di bawah ini :
1. Bank menjamin dapat dilaksanakannya hak dan kewajiban stakeholders sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Stakeholders berhak memperoleh informasi sesuai dengan kebutuhannya.
3. Bank dan stakeholders bekerjasama untuk kepentingan kedua belah pihak.
4. Hak dan kewajiban stakeholders terhadap bank dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi masing-masing pihak.
5. Stakeholders berhak melakukan monitoring terhadap kinerja bank sesuai dengan hak dan kewajiban yang diatur dalam peraturan perundangundangan.
6. Kecuali di persyaratkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, bank harus:
a. Merahasiakan informasi yang berkaitan dengan stakeholders.
b. Melindungi kepentingan stakeholders.
7. Selama berlangsung hubungan usaha antara bank dengan stakeholders, bank harus memastikan bahwa stakeholders dapat memenuhi kewajibannya terhadap bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
8. Kebijakan bank yang berkaitan dengan sumber daya manusia harus menjamin :
a.  Tidak terjadinya diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, aliran dan gender serta bebas dari tekanan.
b. Perlakuan yang adil, jujur dan mendorong setiap karyawan yang ingin berkembang seluas-luasnya sesuai potensi, kemampuan, pengalaman dan ketrampilan masing-masing karyawan.
c.  Terciptanya lingkungan kerja yang kondusif, termasuk kesehatan dan keselamatan kerja, agar setiap karyawan dapat bekerja secara kreatif dan produktif.
d. Tersedianya informasi yang transparan dan perlu diketahui oleh karyawan melalui sistem komunikasi yang berjalan baik dan tepat waktu.
e. Kebebasan berserikat bagi para karyawan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.
f. Keputusan investasi adalah merupakan hak dari karyawan, namun investasi pribadi di suatu perusahaan dilarang jika investasi tersebut berpotensi menimbulkan benturan kepentingan sehingga dapat mengganggu pengambilan keputusan untuk kepentingan bank.
g.  Bank harus memastikan agar karyawan tidak menggunakan nama, fasilitas atau hubungan baik bank dengan pihak eksternal untuk kepentingan pribadi.
h. Dalam melaksanakan tugasnya, bank harus mempunyai sistem untuk menjaga agar setiap karyawan menjunjung tinggi standar etika dan nilainilai perusahaan serta mematuhi kebijakan, peraturan dan prosedur internal yang berlaku di bank.
9. Bank dilarang terlibat dalam kegiatan politik, termasuk memberikan donasi untuk kepentingan politik diluar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
            2.6.5. Penerapan GCG Di Perbankan Syariah
Penerapan Good Corporate Governance di lembaga perbankan syari’ah menjadi sebuah keniscayaan yang tak terbantahkan. Bahkan bank-bank syariah harus tampil sebagai pionir terdepan dalam mengimplementasikan GCG tersebut. Dalam kerangka itulah IFSB (Islamic Financial Service Board), sebuah Badan penetapan standart internasional untuk regulasi lembaga keuangan Islam yang berpusat di Kuala Lumpur, baru-baru ini mengekspose draft GCG untuk Lembaga keuangan Syariah. Rencananya, draft tersebut akan disahkan pada bulan November mendatang.

Jika draft GCG tersebut disahkan, maka ia akan menjadi pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan lembaga keuangan syariah di semua negara. Sebelum disahkan, IFSB mengharapkan masukan dari para akademisi dan praktisi ekonomi Islam di seluruh dunia. Kini draft tersebut sudah diekspose di tiga negara, Inggris (london), Lebanon (Beirut), dan di Indonesia (Jakarta)
Perbedaan GCG syariah dan konvensional terletak pada syariah compliance yaitu kepatuhan pada syariah. Sedangkan prinsip-prinsip transparansi, kejujuran, kehati-hatian, kedisiplinan merupakan prinsip universal yang juga terdapat dalam aturan GCG konvensional.
1.      Bentuk Moral Hazard
Dalam konteks ini, Dhani Gunawan, peneliti senior Bank Indonesia, menyatakan bahwa korupsi di lembaga perbankan pada umumnya dapat menjelma dalam tiga bentuk. Pertama, bentuk langsung, Kedua, tidak langsung dan Ketiga, samar-samar (fuzzy). Bentuk korupsi langsung adalah pencurian uang pada bank oleh oknum individu atau kelompok dengan cara memanipulasi laporan keuangan, manipulasi dokumen dana bank atau dana nasabah, juga bisa dalam bentuk memark-up pembelian barang atau inventaris.
Korupsi tidak langsung dapat berwujud dalam nepotisme tender barang atau jasa kepada sanak keluarga, sehingga bank dapat menjadi rugi, karena kualitas barang/jasa yang rendah. Atau oknum bankir mendapat komisi, atau sukses fee dari rekanan bank yang tidak dibukukan sebagai laba bank. Dana yang tak dibukukan ini diistilahkan dengan “dana taktis”. Keberadaan dana taktis ini merupakan bibit awal korupsi, bibit awal rekayasa giant mark-up, karena dana taktis itu berasal dari anggaran bank yang kemudian berubah menjadi dana kepentingan pribadi atau oknum.
Bentuk korupsi lainnya ialah seperti nepotisme penyaluran kredit yang mengurangi potensi pendatapan bank, nepotisme penerimaan pegawai atau promosi pegawai. Hal ini dapat menzalimi orang lain yang lebih baik, berkualitas dan lebih berhak.

Sedangkan korupsi samar-samar merupakan bentuk yang paling potensial sering terjadi, karena berada di area abu-abu yang mudah disembunyikan, seperti komisaris atau direksi yang menggunakan mobil dinas mewah yang kemudian setelah penyusutan lalu dibeli menjadi miliknya dengan harga di bawah pasar. Contoh berikutnya adalah menggunakan fasilitas asuransi jabatan yang berlebihan, mendapatkan bonus yang melebihi batas kewajaran, mendapatkan pendapatan tambahan yang ditutupi dengan label success fee, atau pegawai yang sering mankir darin tugas dengan berbagai alasan.
Semua bentuk korupsi, baik langsung, tidak langsung maupun samar-samar adalah korupsi yang harus diberantas dengan aturan GCG (Good Corporate Governance) yang jelas. Karena itu, lembaga pengawasan, lembaga audit, dan masyarakat, harus tetap kritis terhadap bank syari’ah. Jangan terpana dengan label syari’ah, karena bisa saja lembaga memakai label syari’ah tetapi prakteknya tidak sepenuhnya syari’ah.
Dalam konteks penerapan GCG di bank syari’ah, para bankir syari’ah, harus benar-benar merujuk kepada prinsip-prinsip dan nilai-nilai ekonomi dan bisnis Islam yang telah diterapkan oleh Rasulullah. Kalau tidak, jangan menjadi praktisi bankir syari’ah karena dikhawatirkan mereka hanya akan merusak citra “kesucian” syari’ah di masa yang akan datang.
Nabi Muhammad adalah pelopor penegakan moral dalam setiap aspek kehidupan. Ia bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”. Prinsip-prinsip dan nilai-nilai bisnis yang diajarkan dan dipraktekan Nabi Muhammad Saw tersebut sangat identik dengan spirit GCG yang dikembangkan saat ini.
2.      Konsep GCG

Pengertian Good Corporate Governance (GCG) menurut World Bank, merupakan kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.
Sementara itu dalam CGC Workshop Kantor Meneg PM BUMN Desember 1999, dirumuskan bahwa good corporate governance berkaitan dengan pengambilan keputusan yang efektif, yang bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, proses bisnis, kebijakan, dan struktur organisasi yang bertujuan untuk mendorong dan mendukung pengembangan perusahaan, pengelolaan sumberdaya dan resiko secara lebih efisien dan efektif serta pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya Menurut Hessel (2001) , ada tiga hal pokok yang urgen untuk menciptakan good and clean government yaitu 1. Pemberantasan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), 2. Disiplin anggaran, dan penghapusan dana nonbudgeter, serta 3. Peningkatan fungsi pengawasan.
Berangkat dari definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip good corporate governance adalah :
1. Keadilan (fairness)
2. Transparansi (transparency)
3. Akuntabilitas (accountability)
4. Tanggung jawab (responsibility)
5. Moralitas (morality)
6. Komitmen (commitment)
7. Kemandirian (independent)

Dalam ajaran Islam, point-point tersebut menjadi prinsip penting dalam aktivitas dan kehidupan seorang muslim. Islam sangat intens mengajarkan diterapkannya prinsip ‘adalah (keadilan), tawazun (keseimbangan), mas’uliyah (akuntabilitas), akhlaq (moral), shiddiq (kejujuran), amanah (pemenuhan kepercayaan), fathanah (kecerdasan), tabligh(transparansi, keterbukaan), hurriyah (independensi dan kebebasan yang bertanggungjawab), ihsan (profesional), wasathan (kewajaran), ghirah (militansi syari’ah, militansi syari’ah, idarah (pengelolaan), khilafah (kepemimpinan), aqidah (keimanan), ijabiyah (berfikir positif), raqabah (pengawasan), qira’ah dan ishlah (organisasi yang terus belajar dan selalu melakukan perbaikan).Berdasarkan uraian di atas dapat dipastikan bahwa Islam jauh mendahului kelahiran GCG (Good Coorporate Governance) yang menjadi acuan bagi tata kelola perusahaan yang baik di dunia. Prinsip-prinsip itu diharapkan dapat menjaga pengelolaan institusi ekonomi dan keuangan syari’ah secara profesional dan menjaga interaksi ekonomi, bisnis dan sosial berjalan sesuai dengan aturan permainan dan best practice yang berlaku.
3.      Bankir Syari’ah pionir penegakan GCG
Jika dibanding dengan para bankir konvensional, maka bankir syari’ah seharusnya lebih unggul dan terdepan dalam implementasi GCG di lembaga perbankan, mengingat lembaga perbankan syari’ah membawa nama agama ke dalam lembaga bisnis. Tegasnya, bankir syari’ah harus memainkan perannya sebagai pionir penegakan GCG di lembaga perbankan. Jika para bankir syari’ah melakukan penyimpangan dan moral hazard, hal itu tidak saja berimplikasi kepada lembaga tersebut tetapi juga kepada citra syari’ah. Meskipun masyarakat mengetahui bahwa hal itu kesalahan oknum tertentu. Tetapi orang akan dengan cepat menilai bahwa lembaga syariah saja melakukan moral hazard, apalagi lembaga konvensional.
Keharusan tampilnya bankir syari’ah sebagai pionir penegakan GCG dibanding konvensional, menurut Algaoud dan Lewis (1999) karena permasalahan governance dalam perbankan syariah ternyata sangat berbeda dengan bank konvensional. Pertama, bank syariah memiliki kewajiban untuk mematuhi prinsip-prinsip syariah (shariah  compliance) dalam menjalankan bisnisnya. Karenanya, Dewan Pengawas Syariah (DPS) memainkan peran yang penting dalam governance structure perbankan syariah. Kedua, karena potensi terjadinya information asymmetry sangat tinggi bagi perbankan syariah maka permasalahan agency theory menjadi sangat relevan. Hal ini terkait dengan permasalahan tingkat akuntabilitas dan transparansi penggunaan dana nasabah dan pemegang saham. Karenanya, permasalahan keterwakilan investment account holders dalam mekanisme good corporate governance menjadi masalah strategis yang harus pula mendapat perhatian bank syariah (Archer dan Karim, 1997). Ketiga, dari perspektif budaya korporasi, perbankan syariah semestinya melakukan transformasi budaya di mana nilai-nilai etika bisnis Islami menjadi karakter yang inheren dalam praktik bisnis perbankan syariah (Sigit Pramono,2002).
2.6.6. Perbedaan Antara Penerapan GCG Di Bank Syariah Dan Bnak Konvensional
·         Bank Syariah
1. Islam memandang harta yang dimiliki oleh manusia adalah titipan/amanah Allah SWT sehingga cara memperoleh, mengelola, dan memanfaatkannya harus sesuai ajaran Islam
2. Bank syariah mendorong nasabah untuk mengupayakan pengelolaan harta nasabah (simpanan) sesuai ajaran Islam
3. Bank syariah menempatkan karakter/sikap baik nasabah maupun pengelolaan pada posisi yang sangat penting dan menempatkan sikap akhlakul karimah sebagai sikap dasar hubungan antara nasabah dan bank
4. Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat didasarkan prinsip keadilan, prinsip kesederajatan dan prinsip ketentraman antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan Nasabah atas jalannya usaha bank syariah
5. Prinsip bagi hasil:

 * Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi
* Besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
* Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan
* Tidak ada yang meragukan keuntungan bagi hasil
* Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak
·         Bank Konvensional
1. Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang saham adalah diantaranya memperoleh spread yang optimal antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman (mengoptimalkan interest difference). Dilain pihak kepentingan pemakai dana (debitor) adalah memperoleh tingkat bunga yang rendah (biaya murah). Dengan demikian terhadap ketiga kepentingan dari tiga pihak tersebut terjadi antagonisme yang sulit diharmoniskan. Dalam hal ini bank konvensional berfungsi sebagai lembaga perantara saja
2. Tidak adanya ikatan emosional yang kuat antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan Nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang bertolak belakang
3. Sistem bunga:
* Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak Bank.
* Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
* Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik
* Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam
* Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.

2 komentar:

  1. Ini referensi dari buku apa kak? Trimakasih

    BalasHapus
  2. Playtech Casinos Review and Bonus
    Find out about the latest 벳 365 코리아 먹튀 casino 피망 포커 apk games 드래곤 타이거 at CasinoTopo, netteller including slots, blackjack, bet 뜻 roulette, and many other top casino games.Bonus: 200% up to €50No Deposit Bonus: €50 Rating: 4.4 · ‎Review by CasinoTopo

    BalasHapus